Saturday 10 September 2016

Ibadah Qurban Pada Hari Raya Idul Adha



Setiap tahun umat Islam dipanggil Allah untuk melaksanakan ibadah haji. Di saat yang bersamaan, umat Islam seluruh dunia juga dianjurkan untuk melaksanakan beberapa amal ibada yang berhubungan dengan idul adha dan qurban.

Pengertian Ibadah Qurban


Dalam bahasa Arab, binatang kurban disebut “Udh-hiyah” atau “Dhahiyyah”. Sayyid Sabiq menjelaskan:

اَلْأُضْحِيَةُ وَالضَّحِيَّةُ اِسْمٌ لِمَا يُذْبَحُ مِنَ الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ يَوْمَ النَّحْرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيْقِ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى

“Udh-hiyah dan dhahiyyah adalah nama untuk binatang yang disembelih berupa unta, sapi dan kambing, pada hari nahr dan hari-hari tasyriq, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah”.
Hari nahr adalah hari raya idul adha tanggal 10 Zulhijah. Sedangkan hari-hari tasyriq adalah tanggal 11, 12,13 Zulhijah. Disebut hari nahr karena mulai hari itu diperintahkan menyembelih hewan kurban. Nahr berarti menyembelih unta dengan cara menusuk bagian bawah lehernya. Dan tiga hari berikutnya disebut hari tasyriq karena orang-orang banyak yang menjemur daging untuk mengawetkannya agar tidak busuk ketika disimpan. Tasyriq berarti menjemur di bawah terik matahari.
Dari pengertian di atas, maka ibadah kurban adalah menyembelih binatang kurban sebagai salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah.

Pengsyariatan Qurban


Ini yang harus kita pastikan terlebih dahulu sebelum melaksanakan suatu amal ibadah. Yaitu adakah landasan syar’inya? Landasan syar’i bisa berupa ayat Alquran dan hadits, atau dalil-dalil yang bersumber dari keduanya seperti ijma’ dan qiyas. Landasan syar’i perlu dipastikan adanya agar kita tidak termasuk orang yang mengada-ada amal ibadah yang tidak ada dasarnya.
Dalil ibadah kurban terdapat dalam Quran, hadits dan ijma. Allah swt berfirman:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka shalatlah karena Tuhanmu dan sembelihlah hewan kurban. Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus”. (Al-Kautsar: 1-3)
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِيْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ

“Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari ini adalah menunaikan shalat (idul Adha), kemudian pulang lalu menyembelih hewan kurban”. (HR. Bukhari)
Adapun dalil ijma’, seluruh ulama sepakat terhadap disyariatkannya ibadah kurban. Ijma’ ini memberi arti final bahwa tidak ada lagi celah beda pendapat dalam masalah ini.


Hukum Berqurban


Hukum ibadah kurban adalah sunnah muakkadah, atau sunnah yang sangat ditekankan. Rasulullah saw bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

“Apa bila kalian telah meru’yah (melihat) bulan sabit Zulhijah, dan seseorang diantara kalian hendak memotong hewan kurban, maka hendaklah ia menahan diri untuk tidak memotong rambut dan kukunya”. (HR. Muslim)
Ungkapan beliau “dan seseorang di antara kalian hendak memotong hewan kurban” menunjukkan hukum sunnah bukan wajib. Sebab kalau sekiranya wajib, tentu tidak hanya dikaitkan dengan orang yang hendak berkurban saja.

Namun demikian, bagi yang memiliki kelonggaran sangat ditekankan untuk berkurban, dan makruh meninggalkannya. Rasulullah saw pernah memberikan peringatan keras bagi orang yang mampu tapi tidak mau berkurban. Sabda beliau:

مَنْ كَانَ عِنْدَهُ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Siapa yang memiliki kelonggaran tapi tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat pelaksanaan shalat (ied) kami”. (HR. Ibnu Majah; Hasan)
Atas peringatan keras ini, maka ada sebagian ulama yang menyatakan wajibnya kurban bagi orang yang mampu.


Keutamaan Berqurban


Ibadah kurban merupakan amal yang paling dicintai Allah untuk kita lakukan di hari raya idul adha. Ini sesuai sabda Rasulullah saw:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيْبُوْا بِهَا نَفْسًا

“Tidaklah manusia melakukan amal di hari nahr (hari raya idul adha) yang lebih dicintai Allah dibanding memotong hewan kurban. Sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu dan telapak kakinya. Sesungguh sebelum darahnya jatuh ke tanah, ia telah sampai kepada Allah. Maka dari itu, tunaikanlah dengan jiwa yang senang”. (HR. Tirmidzi; Hasan Gharib. Al-Albani mendhaifkannya)


Hikmah Berqurban


Di antara hikmahnya adalah meneladani kepatuhan mutlak nabi Ibrahim as kepada perintah Allah. Termasuk ketika diuji untuk mengorbankan putra yang dicintainya, nabi Ismail as. Ia menyambutnya dengan penuh ketaatan walaupun akhirnya diganti oleh Allah dengan domba sebagai kurban, bukan anak yang dicintainya. Kepatuhan mana ia nyatakan dengan ungkapan:
أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Aku patuh berserah diri kepada Tuhan semesta alam”. (Al-Baqarah: 131)
Hikmah lainnya adalah untuk mengagungkan syiar-syiar Allah. Karena mengagungkan syiar-Nya itu didorong oleh hati yang bertaqwa. Dalam Alquran disebutkan:

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ

“dan (berkurban) unta itu, telah kami jadikan untuk kalian sebagai salah satu dari syiar-syiar Allah”. (Al-Hajj: 36)
Dengan Ibadah kurban, kita juga bisa memberi kelonggaran kepada keluarga dan masyarakat lingkungan dalam hal makanan dan minuman. Pernah seorang warga memberikan kesannya tentang penyembelihan hewan kurban di lingkungannya. Katanya, “Hari ini saya baru bisa merasakan bedanya antara hari-hari biasa dengan hari raya idul-adha. Selama ini belum pernah ada pemotongan dan pembagian daging kurban di sini, baru hari ini”. Sungguh terharu mendengarnya.
Rasulullah saw bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum”. (HR. Muslim)
Dalam riwayat Abu Daud ada tambahan:

وَذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“dan (hari-hari) dzikrullah ‘azza wa jalla”. (HR. Abu Daud; Shahih)

bye..